Judul Buku : Kumpulan Cerita Kriminal
Pengarang : I Gede Agung Yudana dan LR Supriyaptoyahya
Penerbit : Intisari Mediatama, Jakarta, 1997
Tebal :191 halaman
Peresensi : Sutejo
Kompas, 19 Maret 1997
HANRY A MURRAY, pengarang buku Explorations in Personality (New York, 1938), pernah mensinyalir bahwa dalam tubuh manusia terdapat 20 jenis kebutuhan psikis yang alami. Dari apa yang dikompilasikannya, terdapat kebutuhan kodrati manusia untuk menguasai orang lain (need of dominance) dan kebutuhan untuk melakukan penyerangan terhadap pihak lain dan lingkungan (need of aggressiolans).
Mencermati cerita-cerita yang terhimpun dalam Kumpulan Cerita Kriminal, jelas mempresentasikan komplikasi seseorang dalam pergulatan manusia. Dalam cerita Pacarnya Belasan misalnya (hlm. 4-14), cinta (nafsik) telah menjadi sebuah ‘’jalan yang melingkar’, sebelum akhirnya berubah menjadi determinatif dari lahirnya kekerasan dan pembunuhan terhadap Ny. Kearns dan pasangan selingkuhnya. Ny. Kearns mengobarkan dendam cinta Nigel Kearns —orang terkaya di Adelaide, Australia, sekaligus suaminya sendiri— yang pada mulanya begitu mencintainya.
Di sinilah tampak apa yang disebut Murray dengan need of sex Ny. Kearns (Pamela) -mantan Miss Australia tiga kali ketika berumur 13, 19, dan 21 tahun- telah menjadi kekuatan yang mengalahkan kebutuhan untuk kerja sama (need of affiliations) dan kebutuhan menghormati pihak lain (need of ference).
***
BERBEDA dengan cerita-cerita lain seperti cerpen-cerpen yang ditampilkan Kompas dalam Pistol Perdamaian (1996), macam Meteorit (Sony Karsono) dan Warung Pinggir Jalan (Lea Pamungkas) —yang secara sama menggugat ‘’kebebasan pers’’ dan memberitakan pembunuhan Marsinah dan ‘’kejujuran’’ akan kesewenang-wenangan yang terjadi pada kasus Kedungombo— kedua cerpen di atas boleh dibilang ‘’menyamarkan’’ lewat ketajaman imajinasi untuk menguak seubuah kebenaran. Sebuah pengembaraan imajinasi yang mengesankan!
Sayangnya, ‘’kreativitas-imajinasi’’ inilah yang tidak bisa kita temukan dalam cerita-cerita kriminal dalam kumpulan ini-kecuali Tewas Sebelum Beraksi (Agatha Christie). Sebaliknya cenderung vulgar, tanpa ‘’pengayaan’’ fakta, sehingga apa yang difomulasikan Robert Adhi Ksp misalnya, dalam cerita Berkat Preman Teller menjadi lugu dan kering. Chaos kematian Basuki Abdullah dengan sendirinya menjadi sebuah embrio keindahan.
Padahal, Berkat Preman Teller (hal 14-25), sendiri adalah sebuah ide yang besar. Cerita itu mengisahkan pembunuhan yang menimpa pelukis besar Indonesia Basuki Abdullah. Suatu logika ironis (realitas ironis?), bahwa pelukis besar sekaliber Basuki Abdullah ‘’melukiskan kematiannya’’ dengan darah.
Karena itu, rasanya ada sebuah sisi yang hilang: kejujuran nurani yang naïf -nuansa cinta kasih sesama. Pada hal, jika kita meminjam bahasa Sartre ‘’berada- untuk-orang lain’’ (l’e-trep-pour-autrui), rasanya seorang pengarang bisa mengungkapkan ‘’cintanya’’ dengan ‘’imajinasi’’ yang lebih menyentuh, bukan sekadar ‘’reportase’’.
***
Secara keseluruhan, cerita-cerita kriminal yang terkumpul, tema permsalahannya berkutat pada soal: cinta, perselingkuhan, harta, ambisi yang rata-rata melingkar-lingkar pada ranah profesi dan keluarga.
Sebagai produk media massa (Majalah Intisari), cerita kriminal itu tentu pada awalnya punya pertimbangan tersendiri: komunikatif dan mengandung message. Tapi karena kecenderungan setting yang asing banyak di luar negeri, maka cerita kriminal ini menjadi semacam jendela untuk mengintip bola kriminal yang menggelinding dalam dunia global.
Bicara tentang effect cerita kriminal ini, harapanya tentu melalui apresiasi yang benar akan menyadarkan pembaca pada global culture: memetik mana yang baik dan mencampakkan mana-mana yang terasa tidak. Bukan sebaliknya, kehadirannya, menjadi suplemen dari pentas-pentas narkotik elektronik (televisi) yang berideologi Holywoodisme: kekerasan dan pembunuhan!
Sebab, sebagaimana pengantar kumpulan cerita kriminal ini, bukanlah dimaksudkan untuk mengeksploitasi kekerasan dan pembunuhan. Tetapi menghibur. Semacam upaya untuk mengembalikan hakikat cinta yang sementara dalam cerita-cerita ini hampir semuanya tereduksir sebagai instrumen yang menimbulkan berbagai bentuk kekerasan dan pembunuhan.
*) Sutejo atau S.Tedjo Kusumo, Cerpenis Tinggal di Ponorogo, Jawa Timur
Dijumput dari: http://sastra-indonesia.com/2012/12/sinema-cinta-dan-kekerasan/
Pengarang : I Gede Agung Yudana dan LR Supriyaptoyahya
Penerbit : Intisari Mediatama, Jakarta, 1997
Tebal :191 halaman
Peresensi : Sutejo
Kompas, 19 Maret 1997
HANRY A MURRAY, pengarang buku Explorations in Personality (New York, 1938), pernah mensinyalir bahwa dalam tubuh manusia terdapat 20 jenis kebutuhan psikis yang alami. Dari apa yang dikompilasikannya, terdapat kebutuhan kodrati manusia untuk menguasai orang lain (need of dominance) dan kebutuhan untuk melakukan penyerangan terhadap pihak lain dan lingkungan (need of aggressiolans).
Mencermati cerita-cerita yang terhimpun dalam Kumpulan Cerita Kriminal, jelas mempresentasikan komplikasi seseorang dalam pergulatan manusia. Dalam cerita Pacarnya Belasan misalnya (hlm. 4-14), cinta (nafsik) telah menjadi sebuah ‘’jalan yang melingkar’, sebelum akhirnya berubah menjadi determinatif dari lahirnya kekerasan dan pembunuhan terhadap Ny. Kearns dan pasangan selingkuhnya. Ny. Kearns mengobarkan dendam cinta Nigel Kearns —orang terkaya di Adelaide, Australia, sekaligus suaminya sendiri— yang pada mulanya begitu mencintainya.
Di sinilah tampak apa yang disebut Murray dengan need of sex Ny. Kearns (Pamela) -mantan Miss Australia tiga kali ketika berumur 13, 19, dan 21 tahun- telah menjadi kekuatan yang mengalahkan kebutuhan untuk kerja sama (need of affiliations) dan kebutuhan menghormati pihak lain (need of ference).
***
BERBEDA dengan cerita-cerita lain seperti cerpen-cerpen yang ditampilkan Kompas dalam Pistol Perdamaian (1996), macam Meteorit (Sony Karsono) dan Warung Pinggir Jalan (Lea Pamungkas) —yang secara sama menggugat ‘’kebebasan pers’’ dan memberitakan pembunuhan Marsinah dan ‘’kejujuran’’ akan kesewenang-wenangan yang terjadi pada kasus Kedungombo— kedua cerpen di atas boleh dibilang ‘’menyamarkan’’ lewat ketajaman imajinasi untuk menguak seubuah kebenaran. Sebuah pengembaraan imajinasi yang mengesankan!
Sayangnya, ‘’kreativitas-imajinasi’’ inilah yang tidak bisa kita temukan dalam cerita-cerita kriminal dalam kumpulan ini-kecuali Tewas Sebelum Beraksi (Agatha Christie). Sebaliknya cenderung vulgar, tanpa ‘’pengayaan’’ fakta, sehingga apa yang difomulasikan Robert Adhi Ksp misalnya, dalam cerita Berkat Preman Teller menjadi lugu dan kering. Chaos kematian Basuki Abdullah dengan sendirinya menjadi sebuah embrio keindahan.
Padahal, Berkat Preman Teller (hal 14-25), sendiri adalah sebuah ide yang besar. Cerita itu mengisahkan pembunuhan yang menimpa pelukis besar Indonesia Basuki Abdullah. Suatu logika ironis (realitas ironis?), bahwa pelukis besar sekaliber Basuki Abdullah ‘’melukiskan kematiannya’’ dengan darah.
Karena itu, rasanya ada sebuah sisi yang hilang: kejujuran nurani yang naïf -nuansa cinta kasih sesama. Pada hal, jika kita meminjam bahasa Sartre ‘’berada- untuk-orang lain’’ (l’e-trep-pour-autrui), rasanya seorang pengarang bisa mengungkapkan ‘’cintanya’’ dengan ‘’imajinasi’’ yang lebih menyentuh, bukan sekadar ‘’reportase’’.
***
Secara keseluruhan, cerita-cerita kriminal yang terkumpul, tema permsalahannya berkutat pada soal: cinta, perselingkuhan, harta, ambisi yang rata-rata melingkar-lingkar pada ranah profesi dan keluarga.
Sebagai produk media massa (Majalah Intisari), cerita kriminal itu tentu pada awalnya punya pertimbangan tersendiri: komunikatif dan mengandung message. Tapi karena kecenderungan setting yang asing banyak di luar negeri, maka cerita kriminal ini menjadi semacam jendela untuk mengintip bola kriminal yang menggelinding dalam dunia global.
Bicara tentang effect cerita kriminal ini, harapanya tentu melalui apresiasi yang benar akan menyadarkan pembaca pada global culture: memetik mana yang baik dan mencampakkan mana-mana yang terasa tidak. Bukan sebaliknya, kehadirannya, menjadi suplemen dari pentas-pentas narkotik elektronik (televisi) yang berideologi Holywoodisme: kekerasan dan pembunuhan!
Sebab, sebagaimana pengantar kumpulan cerita kriminal ini, bukanlah dimaksudkan untuk mengeksploitasi kekerasan dan pembunuhan. Tetapi menghibur. Semacam upaya untuk mengembalikan hakikat cinta yang sementara dalam cerita-cerita ini hampir semuanya tereduksir sebagai instrumen yang menimbulkan berbagai bentuk kekerasan dan pembunuhan.
*) Sutejo atau S.Tedjo Kusumo, Cerpenis Tinggal di Ponorogo, Jawa Timur
Dijumput dari: http://sastra-indonesia.com/2012/12/sinema-cinta-dan-kekerasan/

0 Response to "Sinema Cinta dan Kekerasan "
Posting Komentar