Victor Hugo

Hasan Junus
http://www.riaupos.co/

Ia dilahirkan di Besancon 26 Februari 1802 dengan nama Victor-Marie Hugo. Ayahnya seorang opsir pada tentara Napaleon. Perhatiannya terhadap ilmu hukum tumbuh sejak ia berusia 14 tahun. Dalam usia sangat muda, pada tahun 1819 ia telah menerbitkan sebuah majalah sastra bernama Conservateur Littiraire yang baru berhenti terbit pada tahun 1821. Dalam media inilah tulisan Victor Hugo tentang para penyair seperti Alphonse de Lamartine dan Andre de Chenier dipublikasikan.

Pada tahun 1822 Victor Hugo menikahi teman masa kanak-kanaknya Adele Foucher, dan dalam masa masih bulan madu, pada tahun itu juga kumpulan sajaknya yang sulung Odes et poisies diverses (Ode dan puisi tersebar) diterbitkan; karya yang mendapat perhatian besar bahkan oleh raja Perancis Louis XVIII. Novel sulungnya Hans d’Islande terbit pada tahun berikutnya, dengan ilustrasi dibuat oleh pelukis George Cruikshank. Pada masa inilah Hugo bersama teman-temannya sering bertemu di Perpustakaan Arsenal membentuk kelompok pengamal aliran Romantisme, seperti halnya Ludwig van Beethoven (1770-1827) tokoh penting dalam transisi antara Klasik dan Romantik dalam bidang musik. Hugo benar-benar dikenal luas sebagai pengamal sejati aliran Romantik ini dengan menerbitkan drama bersajak Cromwell pada tahun 1827.

Tulisan-tulisan Hugo yang mempertahankan kemerdekaan dan pujaan kepada Napaleon dalam sajak-sajak Lui dan A la Colonne membuka hubungan penyair ini dengan para pengarang liberal di lingkungan surat-kabar Le Globe. Sikap liberalnya makin kentara ketika dramanya Marion de Lorme (1829) disensor habis-habisan. Namun dramanya yang paling menghebohkan ialah Hernani (pembentangan pertama 25 Februari 1830) yang secara menyeluruh memperlihatkan karya Hugo sebagai pengamal aliran Romantisme. Mengapa menghebohkan. Dengan karyanya inilah ia menikam paling tepat di dada penganut aliran klasik tradisional. Tahun berikutnya ketenarannya bertambah ketika romannya Notre Dame de Paris diterbitkan.

Selanjutnya Hugo menghasilkan empat kumpulan sajak selama periode Monarki Januari, terdiri dari Les Feuilles d’automme (1831; Daun-daun Musim Gugur) yang inspirasinya berasal dari hubungan pribadi dan intim, Les Chants du cripuscule (1835: Nyanyian Senja) yang bernada politis, Les Voix interieures (1837; Suara Dalaman) yang bersifat personal sekaligus filosofis, dan Les Rayons et les ombres (1840; Sinar dan Bayang-bayang).

Berkali-kali pembentangan naskah sandiwaranya Marion de Lorme menyebabkan Victor Hugo terlibat dalam hubungan asmara dengan bintang panggung Juliette Drouet. Kabar angin permainan hati ini disambung dengan berhasilnya diangkat sebagai anggota L’Academie Francaise pada tahun 1841. Namun dua tahun kemudian nasib malang mendatanginya. Anak perempuannya. Leopoldine, yang baru saja menikah pergi bertamasya dengan perahu bersama menantunya. Perahu mereka tenggelam dan pasangan yang baru kemarin menjadi pengantin itu meninggal-dunia. Dan dalam waktu satu malam saja rambut Hugo menjadi putih beruban.

Begitu berat penderitaan ditanggungnya sampai ia berkata dalam salah-satu sajaknya: O Seigeneur, ouvrez moi les portes de la nuit (O Tuhan, bukakanlah pintu-pintu malam bagiku).

Pintu-pintu malam dalam gambaran sajak itu ialah pintu dunia sana, dunia kematian. Setelah kematian Leopoldine ia menulis bukunya yang paling terkenal Les Miserables yang baru dapat dirampungkannya pada tahun 1852. Tokoh utama kisah ini bernama Jean Valjean yang didampingi oleh berbagai tokoh lainnya seperti Gavroche, Corsette, Marius dan lain-lain. Roman ini dapat digambarkan sebagai sebuah panorama berwarna-warni tentang kehidupan lorong belakang di kota Paris sampai ke pertempuran Napoleon di Waterloo. Dalam keadaan berkabung yang panjang itu pulalah Victor Hugo terus menghasilkan sajak-sajak yang kemudian terkumpul dalam Les Contemplations. Salah-satu sajak dalam kumpulan itu berbunyi seperti berikut:

Demain, dhs l’aube, a lheure ou blanchit la campagne
Demain, dhs l’aube, ‘ l’heure oy blanchit la campagne,
Je partirai. Vois-tu, je sais que tu m’attends.
J’irai par la forjt, j’irai par la montagne.
Je ne puis demeurer loin de toi plus longtemps.
Et quand j’arriverai, je mettrai sur ta tombe
Un bouquet de houx vert et de bruyhre en fleur.

(Besok, waktu fajar, ketika padang luas berubah putih,
Aku akan berangkat. Kau lihatlah, tahu aku kau menungguku.
Aku akan pergi lewat hutan, aku akan pergi lewat gunung,
Tak dapat aku tinggal jauh dari kau terlalu lama.
Dan ketika sampai, kuletakkan pada kuburanmu
Karangan bunga houx hijau dan rumput bruyer sedang berbunga).***

/22 Januari 2012

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Victor Hugo"

Posting Komentar