Untuk Sebuah Nama

Ramadhan Batubara
http://www.hariansumutpos.com/

Apalah arti sebuah nama kalimat yang dikeluarkan sastrawan Inggris zaman Elizabeth, pencipta Romeo and Juliet, Hamlet atau lainnya itu memang sangat populer. Benar-benar kalimat yang sangat kuat hingga menjadi sebuah kalimat penolong dari segala sesuatu yang kadang menjerat. Misalnya, nama kita yang jelek hingga untuk menolongnya kita keluarkan saja kalimat tersebut ketika menerima ejekan orang-orang, apalah arti sebuah nama, maka semuanya akan bisa dikatakan selesai. Yah, kalimat yang sakti bukan?

Jika kita mencoba membayangkan keadaan ketika kalimat itu terkeluarkan, kita akan mendapati sebuah kenyataan yang menarik, kesimpulan pribadi yang membanggakan diri. Mungkin, Shakespeare, ketika menuliskan kalimat itu dalam naskahnya, ia mengalami sebuah kegelisahan yang sangat mengerikan. Bisa saja ia mendapati sebuah kenyataan, bisa yang ia alami atau orang dalam pengawasannya, bahwa nama sangat berpengaruh dalam kehidupan. Maksudnya, ia mendapati kenyataan, pengaruh nama sangat kuat pada kalimat-kalimat yang keluar.

Siapa yang mengatakan lebih penting daripada apa yang dikatakan. Untuk itulah kalimat ini terkeluarkan, untuk menyadarkan keadaan sekeliling bahwa kalimat yang dikeluarkan jauh lebih penting dari orang yang mengatakannya itu. Hm, tampaknya ini lebih mengarah pada pengakuan. Dengan kata lain, memberikan pengakuan pada orang yang memiliki kalimat bijak dan kearifan tapi tidak terkenal secara nama agar lebih merasa terhargai dan terakui.

Dan, untuk orang-orang yang telah memiliki nama harum, yang dianggap telah menjadi sesuatu, yang kalimatnya dianggap kalimat sakti hingga layak untuk didengar dan dianut, kalimat Shakespeare tersebut menjadi sebuah cara atau trik yang ampuh untuk menutupi kenarsisan mereka. Ya, agar tidak terlihat narsis, mereka ucapan kalimat itu sebagai senjata bagi orang-orang yang begitu mengagungkan mereka. Mereka bersembunyi dibalik kalimat tersebut, menutupi kebanggaan mereka dengan nama yang telah mereka ukir begitu indah pada piagam-piagam.

Begitulah, mungkin, arti sebuah nama. Ketika ketidakmilikan nama hinggapi kita, maka kita berusaha menunjukan nama kita setinggi mungkin. Dan, kalimat sakti Shakespeare cukup membantu kita untuk mencapai itu. Ketika nama telah tergenggam begitu hebatnya, untuk menampakan kalau kita tidak gila nama, maka kalimat sakti Shakespeare juga cukup membantu kita untuk mencapai itu. Lalu masalahnya di sini apa?

Lantun kali ini hanya ingin mengungkit fenomena nama samaran dalam dunia sastra kita. Dasar apa yang membuat seorang sastrawan untuk menyamarkan namanya. Maksudnya, apakah kenyataan itu diciptakan oleh sang sastrawan untuk membuat nama yang lebih besar atau menyembunyikan nama besarnya?

Baiklah kita ambil poin pertama lebih dahulu. Jika nama samaran diciptakan demi dasar nama yang lebih besar, maka dasar ini disebabkan oleh rasa tidak percaya diri sang sastrawan itu sendiri. Ia, sang sastrawan, mengalami sebuah kenyataan bahwa namanya tidak mungkin besar lagi. Ia sadar dengan itu karena sekian karya sudah tidak pernah diakui lagi, maka ia ciptakan seorang tokoh baru yang mengusung pandangan baru dan tentunya nama baru yang tak lain dia sendiri.

Trik ini sering terjadi jika sang sastrawan sudah sampai pada titik putus asa terhadap namanya sendiri. Menciptakan nama baru dianggap sebagai sebuah pencerahan dan juga pembaharuan. Hal ini bisa berarti baik bagi sang sastrawan, ia akan mendapati semangat baru, seperti bayi yang baru dilahirkan. Kecurangan di sini hanya karena ia tidak jujur pada proses yang telah ia buat sekian lama. Ia mengangkangi orang-orang yang membuat nama dengan jujur. Sebabnya karena ia bisa saja mengubah namanya setiap waktu.

Poin kedua, menciptakan nama samaran untuk menyembunyikan nama besarnya. Poin ini menarik karena menghadirkan sekian banyak kemungkinan. Anggaplah yang pertama dengan dasar ekonomi. Maksudnya, trend karya populer yang sempat menghebohkan, tentunya juga menawarkan kepastian dalam bidang ekonomi, membuat sastrawan besar kita berpikir untuk mengambil peran. Untuk muncul dengan nama besarnya, ia rasa tidak mungkin, bisa mencoreng namanya bukan? Maka, ia ciptakan nama samaran khusus untuk karya populer. Untuk dasar ini kita mungkin bisa kasihan dengan sang pelaku.

Kemudian dengan dasar iseng. Nah, ini asyik juga. Seorang sastrawan besar suatu saat merasa namanya sangat berperan hingga setiap karya selalu saja diakui oleh khalayak. Ia mendapati kenyataan bahwa semakin tipis penilaian objektif terhadap karyanya. Ia lalu iseng untuk menguji kadar karyanya, maka ia ciptakan nama samaran, ia kirimkan karyanya dengan nama baru. Intinya, hanya untuk menguji karyanya di luar nama besarnya. Dan jika terakui, maka akan sangat berbahagia sang sastrawan tersebut, kepercayaannya kembali ketitik seratus persen lagi, begitu juga sebaliknya. Untuk dasar ini kita mungkin bisa tersenyum sedikit dengan sang pelaku.

Inti dari poin kedua, mungkin bisa kita katakan curang juga. Mengapa begitu? Jawabnya karena keberadan orang-orang yang ada di poin dua telah membuat ruang karya semakin sempit. Bayangkan jika ada orang baru yang berusaha berkarya mati-matian namun tak terakui hanya karena orang di poin dua terus saja bermain. Ruang karya terus penuh, penuh dengan nama baru, padahal orangnya itu-itu saja.

Akhirnya kita harus kembali ke awal tadi. Apalah arti sebuah nama, ucap Shakespeare. Haruskah kita mengartikan lagi maksud sastrawan Inggris itu? Hm, tampaknya tak perlu bukan? Mengapa? Yah, karena sudah sangat jelas artinya.

30 May, 2010

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Untuk Sebuah Nama"

Posting Komentar